Pesantren Nahdlatussubban berdiri sejak tanggal 9 Juli 1964 M. Pesantren
yang berada di Desa Arjowinangun Kecamatan Pacitan Kabupaten Pacitan yang biasa
disebut dengan julukan Lor Jere. Pesantren yang terbentuk dengan
kealiman dan keuletan sosok yang menjadi panutan, contoh dan teladan bagi para
santri dan masyarakat, beliau adalah putra pertama dari lima bersaudara. Ayah
beliau bernama KH. Mohammad Ja’far. Beliau mengenyam pindidikan di Bleber
Sidoarjo Pacitan (sekarang menjadi SD IIC) setelah selesai dari satu tempat,
beliau kembali mencari nurillahi dengan berkelana dari Kota Pace menuju
ke sebuah daerah dengan sebutan Surakarta Hadiningrat atau sekarang bernama
Solo. Beliau mengenyam pendidikan di Pesantren Mamba”ul Ulum.
Saat mengenyam pendidikan, beliau juga membuat beberapa
karangan-karangan yang masih ada sampai sekarang dan dipelajari hingga di luar
negeri. Salah satu karangan beliau adalah syair dalam bentuk tulisan Pegon
dengan memakai bahasa jawa. Dalam karangan beliau yang berbentuk syair ini ada
yang menerangkan tentang hukum-hukum syariat agama Islam dan sejarah Nabi
Muhammad SAW.
Setelah menunaikan pendidikan di Surakarta, beliau kembai kekampung
halaman. Dusun Nglaos, Desa Banjarjo, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan
itulah tempat tinggal beliau. Tidak jauh dari kediaman beliau ada sebuah lahan
yang akhirnya beliau jadikan tempat peribadatan (Masjid Darunnajah). Masjid
yang beliau dirikan pertama kalinya itu ternta tidak jauh dari sungai, sehingga
ketika hujan lebat menerjang desa, maka tidak lama kemudian disusul oleh
air-air sungai yang meluap untuk membanjiri lokasi yang ada di dekatnya, begitu
pula Masjid yang letaknya sangat dekat dengan sungai. Oleh karena itu, beliau
memutuskan untuk membangun Masjid kembali yang memiliki jarak lebih ideal agar
tidak terlalu terkena wabah banjir. Untuk kedua kalinya beliau membangun Masjid
yang sekarang bernama Masjid Jami Abu Bakar.
Masa remaja beliau sudahi dengan menginjakan fisi pada kedwasa.
Oleh karena itu, setelah masa dewasa cukup bagi beliau akhirnya beliau menikahi
putri dari desa Arjowinangun, yaitu ibu HJ. Lilik Mahmudah. Semenjak itulah
beliau menetap di Desa Arjowinangun.
Semenjak menapakan kaki di Desa Arjowinangun, beliau melanjutkan
perjuangan untuk merawat Masjid yang dahulu menjadi Masjid Agung Kabupaten
Pacitan. Beliau melanjutkan peran dari KH. Imam Besari, KH. Imam Bagawi, KH.
Sholih, KH. Abdurrozak, KH. Imam Nawawi dan KH. Mohammad Ja’far. Selain merawat
masjid tua peninggalan Bupati Jogo Kariyo (Kanjeng Jimat) beliau juga
menyebarkan ilmunya kepada warga-warga yang tinggal di sekitar masjid dan warga
desa. Sebab dan akibat kealiman dan keuletan beliau, sampai sekarang ini masih
banyak yang ingin mendapatkan keberkahan dari beliau. Terbukti dengan adanya
lembaga pendidikan yang berdiri dan didirikan oleh beliau. Lembaga pendidikan
itu berupa lembaga yang bersifat keagamaan. Pondok Pesantren lah bentuknya,
walau dahulu hanya sebatas bangunan semi permanen tetapi murid-murid beliau
yang sekarang telah banyak yang menjdi tokoh dan abdi masyarakat, seperti
menjadi Kiai, Ulama, kolonel, PNS, Pegawai Swasta, Pamong Desa, Modin dan masih
banyak lagi.
Adapun lembaga pendidikan di Desa Arjowinangun dahulu sudah pernah
ada pada tahun 1960. KH. Imam Nawani lah yang menjadi pamongnya, namun ketika
beliau telah wafat dan terlebih ketika terjadi GS PKI di Indonesia, Pesantren
ini seakan-akan telah hilang dari muka bumi.
Hingga akhirnya pada tahun dan tanggal yang telah kami sebutkan
tadi, terlahirlah kembali sebuah lembaga pendidikan agama yang dahulu pernah
hilang. Lembaga pendidikan agama inilah yang dahulu sempat mati suri dan
kembali timbul kembali ke permukaan dunia. Untuk bersatu dalam menjalankan dan
mengemban tugas sebagai penerus perjuangan Rosulullah dalam mengembangkan
ajaran-ajaran beliau kepada umat. Sebagai lembaga pendidikan yang ada di
tengah-tengah pusat kota, menjadikan sikap dan jalan dari lembaga ini tidak
semulus lembaga yang berada jauh dari hiruk pikuk masyarakat. Berbagai
tantangan harus dihadapi baik oleh pamongnya ataupun murid-muridnya.
Perjalanan itu mulai menapakan kaki pada tangga pertamanya dalam
pembangunan sebuah asrama sekaligus lembaga pendidikan untuk Putra, tepatnya pada
10 Dzulhijah 1398 H atau 10 Nopember 1978 M. Lembaga pendidikan itu mencakup 4
lokal dengan menghadap ke timur Masjid. Setelah tangga pertama telah dilalui, membuat
penapakan kaki menjadi ingin lebih tinggi dan semakin mapan. 8 Ramadhan 1403 H
yang juga bertepatan dengan tanggal 9 Juni 1983 M, kembalilah bangunan
berlantai 2 berdiri dengan nama Nahdlatu Banat. Bangunan ini diperuntukan untuk
para murid putri yang bermukim di lembaga pendidikan ini. Karena beberapa hal,
asrama putra kembali ditambah dengan jumlah 2 lokal, selanjutnya dalam tempo
tidak terlalu lama, dibangun kembali sebuah dapur untuk putri dan sebuah dapur
putra. Sebagaimana lembaga pendidikan agama yang memiliki asrama atau tempat
tinggal harus dan memerlukan sebuah tempat mandi, mencuci dan tempat keperluan
lainya, oleh karena itu dibangun kembali 2 buah sumur dan 4 kamar mandi serta 2
WC.
Sebagai lembaga pendidikan agama lainya, Madrasah adalah sebuah
pelengkap dari sarana menuntut ilmu, pada 17 Rabiul Awal tahun 1411 H/6 Oktober
1990 M, didirikanlah Madrasah yang berada di atas tanah wakaf dari bapak S.
Marsudi dengan ukuran 28x9x1 M sebanyak 4 lokal. Madrasah ini kemudian dubuka
secara resmi oleh bapak Kepala Departemen Agama pada 14 Juli 1991 M. Sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar,
didirikan kembali kantor guru berukuran 4x3x5x1 M.
Walau dengan segala keterbatasan dan kekurangan, beliau tetap dapat
menunjang segala pendidikan yang ada di lembaga ini. Masjid peninggalan Bupati
Pacitan (Jogo Kariyo) kemudian di pugar untuk memberikan corak baru. Pada
tanggal 4 April 1996 M, Masjid Peninggalan Bupati Jogo Kariyo ini telah dapat
di pugar dengan dana dari beliau sendiri. Pemugaran Masjid ini meliputi
penggantian Genting, memasang Kubah, mengganti Tegel, Mengganti Usuk dan
ereng yang telah lapuk, membangun
Kamar Mandi, WC serta pemugaran asrama putra dan putri kemudian dapur, dan
memplester Madrasah.
Lembaga pendidikan ini diberi nama oleh beliau dengan sebutan
Nahdlatussubban (Kebangkitan Pemuda). Kemudian Pesantren Nahdlatussubban ini
mempunyai beberapa bagian, antaranya
1.
Madrasah
Diniyah Awwaliyah, Madrasah Diniyah Wustho, Madrasah Diniyah Ulya.
2.
Pondok
Pesantren Putra dan putri.
3.
Sekolah
Menegah Islam dan Madrasah Aliyah
4.
Alumni
Pesantren Nahdlatussubban.
Adapun jalanya kegiatan belajar mengajar di tingkat Madrasah
Diniyah Awaliyah adalah Ba’da Dzuhur tepatnya pada pukul 13.45-16.15
WIB, sedangkan Madrasah Diniyah Wustho memulai kegitanya pada malam
harinya, yaitu pada pukul 18.00-20.00 WIB. Ilmu yang dipelajari dalam
pembelajaran sangat bermacam-macam, mulai dari Ilmu Bahasa Arab, Ilmu Syariat,
Ilmu Al Quran Hadits dan Ketuhanan. Dalam pelajaran seperti Ilmu Bahasa Arab
meliputi :
1.
Nahwu
2.
Shorof
3.
Arobiyah
Sedangkan Ilmu Syariat antaranya :
1.
Fiqih
2.
Faroid
3.
Akhlak
Kalau Ilmu Al Quran Hadits antara lain :
1.
Tajwid
2.
Hijaiyah
3.
Khot
4.
Ilma
5.
Tafsir
Untuk Ilmu Ketuhanan antaranya :
1.
Tauhid
Selain pelajaran-pelajaran yang sudah kami sebutkan di atas, masih
banyak lagi ilmu-ilmu yang dituntut oleh para murid. Sebagai kebutuhan dalam
menjalankan pendidikan, Pesantren Nahdaltussubban memiliki 6 guru Putra dan 1
guru Putri. Adapun guru putri yang ada di Pesantren Nahdlatussubban adalah
bantuan dari Kementrian Agama, tidak lain dan tidak bukan guru putri tersebut
adalah istri dari pendiri Pesantren Nahdlatussubban, beliau bernama HJ. Lilik
Mahmudah. Setiap catur wulan sekali para guru tersebut mendapatkan HR ala
kadarnya. Sebagai sumber dari pendanaan itu berasal dari iuran anak-anak dan
bantuan dari para Dermawan.
125 adalah jumlah murid pada masa beliau memimpin Pesantren Nahdlatussubban.
Murid-murid yang berjumlah 125 tersebut meliputi murid putra dan murid putri.
Dalam masa kepemimpinan beliau ini para murid tidak hanya belajar
ilmu agama saja, melainkan sebagai tambahan keilmuan dari para murid beliau
memberikan kegiatan ekstrakilikuler dalam bentuk pementasan kesenian seperti
Wayang Orang, Drum Band dan masih banyak lagi. Karena beliau adalah salah
seorang Kiai yang juga memiliki jiwa seni dalam membuat syair, pada masa
kepemimpinan beliau lahirlah juga sebuah lagu yang menggambarkan dan menunjukan
keberadaan Pesantren Nahdlatussubban. Lagu ini selalu dibawakan para murid yang
biasanya mengadakan kegiatan pawai Drum Band dari Pesantren Nahdlatussubban
menuju Kecamatan Kebonagung, tepatnya di Desa Banjarjo.
Beberapa cerita di atas telah menggambarkan bahwa di desa tengah
kota yang dekat dengan keramaian masyarakat dan hiruk pikuk kendaraan itu telah
menumbuhkan kehidupan Pesantren yang layak berada di muka bumi.
Baru sedikit yang kami dapatkan dari beberapa juta pengertian dari
Pesantren Nahdlatussubban ini. Ada beberapa faktor penyebab kami belum dapat
memperjelas pengertian-pengertian ini, salah satunya adalah KH. Masduki Dja’far
dan HJ. Lilik Mahmudah tidak Allah kehendaki memiliki keturunan, oleh karena
itu kami mengalami kesulitan sumber pengertian.
Komentar
Posting Komentar